PERKAWINAN USIA DINI Oleh : Drs.H. Arif Mustaqim MH*

INFO LANDIPA

Dalam upaya memaksimalkan pemanfaatkan Teknologi Informasi dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi peradilan terkait dengan pelayanan terhadap para pencari keadilan sesuai dengan Surat Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Semarang Nomor: W11-A/1513/HM.01.1/IV/2021 Tanggal 1 April 2021
INFO LANDIPA

Access CCTV Online (ACO)

Access CCTV Online (ACO) Pengawasan secara virtual Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama sebagai media transparansi dan akuntabilitas peradilan agama
Access CCTV Online (ACO)

Aplikasi SIPP

Aplikasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), merupakan aplikasi administrasi dan penyediaan informasi perkara baik untuk pihak internal pengadilan, maupun pihak eksternal pengadilan. Pengunjung dapat melakukan penelusuran data perkara (jadwal sidang sampai dengan putusan) melalui aplikasi ini.
Aplikasi SIPP

SIWAS

Aplikasi yang disediakan oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, untuk melaporkan suatu perbuatan berindikasi pelanggaran yang terjadi di lingkungan Mahkamah Agung Republik Indonesia atau Peradilan dibawahnya.
SIWAS

11 APLIKASI BADILAG

11 APLIKASI UNGGULAN BADILAG MA RI
11 APLIKASI BADILAG

e-COURT Mahkamah Agung RI

layanan bagi Pengguna Terdaftar untuk Pendaftaran Perkara Secara Online, Mendapatkan Taksiran Panjar Biaya Perkara secara online, Pembayaran secara online, Pemanggilan yang dilakukan dengan saluran elektronik, dan Persidangan yang dilakukan secara Elektronik.
e-COURT Mahkamah Agung RI

NILAI-NILAI ORGANISASI PERADILAN AGAMA

Pesan Moral Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI (Dr. Drs. H. Aco Nur, S.H., M.H.)
NILAI-NILAI ORGANISASI PERADILAN AGAMA

PERKAWINAN USIA DINI

Oleh : Drs.H. Arif Mustaqim MH*

A.  Pengertian Perkawinan

            Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Undang-undang memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan, demikian menurut pasal 26 KUHPerdata.

Menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 1 bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sedangkan menurut agama Islam, Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena menikah / kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang.

UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan hukum islam memandang bahwa perkawinan itu tIdak hanya dilihat dari aspek formal semata-mata, tetapi juga dilihat dari aspek agama dan sosial. Aspek agama menetapkan tentang keabsahan perkawinan, sedangkan aspek formal adalah menyangkut aspek administratif, yaitu pencatatan di KUA dan catatan sipil. Sehingga tidaklah dibenarkan seseorang melakukan perkawinan sirri yang tidak dicatatkan pada Kantor Urusan Agama, karena hal tersebut akan membawa dampak negatif baik bagi yang melakukan perkawinan, anak yang dilahirkan serta dampak yang tidak kecil apabila keduanya mempunyai harta selama perkawinan baik harta bersama maupun harta waris;.

B.     Tujuan Perkawinan

Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedang menurut Kompilasi Hukum Islam pada pasal 3 disebutkan, Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

Prof. DR..Amir Syarifuddin dalam bukunya mengatakan ada dua tujuan perkawinan yang menjadi landasan seseorang untuk melakukannya:

  1. Untuk mendapatkan keturunan yang sah untuk melanjutkan generasi yang akan datang;

Keinginan untuk melanjutkan keturunan merupakan naluri ummat manusia bahkan juga bagi makhluk hidup yang diciptakan oleh Allah. Untuk maksud tersebut Allah menciptakan bagi manusia nafsu syahwat yang dapat mendorongnya untuk mencari pasangan hidupnya untuk menyalrkan nafsu syahwat tersebut.

  1. Untuk mendapatkan keluarga yang penuh ketenangan hidup dan rasa kasih sayang. Penyaluran nafsu syahwat untuk menjamin kelangsungan hidup ummat manusia dapat saja ditempuh melalui jalur luar perkawinan, namun dalam mendapatkan ketenangan dalam hidup bersama suami isteri tidak mungkin didapatkan kecuali melalui jalur perkawinan.

C.     Rukun dan syarat Perkawinan

Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari sisi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Keduanya mengandung arti yang berbeda dari segi bahwa rukun itu adalah sesuatu yang berada didalam hakikat dan merupakan bagian atau unsur yang mewujudkannya, sedang syarat adalah sesuatu yang berada di luarnya dan tidak merupakan unsurnya.

Secara umum yang termasuk dalam rukun perkawinan ada 5 yaitu :

  1. Adanya Calon mempelai laki-laki’
  2. Adanya calon mempelai perempuan.
  3. Wali dari mempelai perempuan yang akan mengakadkan perkawinan;
  4. Dua orang saksi dan
  5. Ijab yang dilakukan wali dan qobul yang dilakukan oleh suami;

Adapun Syarat-syarat yang harus dipenuhi khususnya bagi calon mempelai sebelum melangsungkan perkawinan itu ada empat, yakni sebagai berikut :

a.  Persetujuan kedua belah pihak tanpa paksaan

 Di dalam Kompilasi Hukum Islam khususnya pasal 16 menyebutkan : Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua mempelai dengan uraian sebagai berikut :

  1. Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai;
    1. Bentuk persetujuan calon mempelai wanita dapat berupa pernyataan tegas dan nyata dengan tulisan, lisan atau syarat tapi dapat juga berupa diam dalam arti selama tidak ada penolakan yang tegas.

Hal ini dapat diartikan calon suami istri mempunyai dorongan (motivasi) yang sama untuk membentuk suatu kehidupan keluarga. Motivasi mereka itu sebagai persetujuan masing-masing yang diperoleh dengan adanya saling mengerti dan berkeinginan lanjut berpartisipasi dalam membentuk satu keluarga. Dan keinginan itu sebagai persetujuan kedua belah pihak yang tidak dapat dipaksakan oleh pihak lain baik orang tua maupun orang yang dituakan dalam keluarga masing-masing.

b.   Dewasa

 Ukuran kedewasaan seseorang tidak dilihat dari usia melainkan dari kedewasaan fisik dan psikis yang sekurang-kurangnya ada tanda-tanda kematangan diri. Hal ini ditentukan dari mulai bekerjanya kelenjar kelamin seseorang. Dan tanda-tanda itu bagi seorang pria sejak pertama kali menghasilkan sperma (baliqh) dan bagi seorang wanita sejak menstruasi pertama. Tetapi ukuran itu tidak mutlak, karena yang dimaksud dengan kedewasaan fisik yang ditempuh oleh hukum Islam sesuai ilmu kesehatan bagi setiap bangsa yang mungkin ada perbedaanya. Sedangkan kedewasaan psikis dimaksudkan bahwa bagi para pihak telah memiliki kesehatan mental yang baik, mempunyai rasa tanggung jawab sebagai suami istri terutama dalam mendidik anak-anaknya dengan wajar dan terhormat.

Namun pembuat Undang-undang telah menentukan secara jelas dalam UU No. ! tahun 1974 tentang Perkawinan pada pasal 7 disebutkan :

  1. Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 19 (semnilan belas) tahun.
  2. Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita.

Kompilasi Hukum Islam mempertegas persyaratan yang terdapat dalam UU Perkawinan tersebut dengan rumusan sebagai berikut :

“ Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan pasal 7 UU no.1 tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 19 tahun”;

c.  Kesamaan agama Islam

           Kedua belah pihak pemeluk agama islam yang sama. Hal ini dimaksudkan bahwa dalam memelihara keturunan yang sah tidak ada pertentangan memperebutkan atau mengalahnya salah satu pihak untuk terwujudnya keagamaan keturunan mereka itu. Bagi seorang wanita Islam dilarang melakukan perkawinan dengan seorang pria lain agama dan hukumnya haram. Larangan itu dimaksudkan untuk menjaga dan memelihara keturunan yang sah sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan bagi seorang pria Islam yang kuat imannya diperkenankan melakukan perkawinan dengan seorang wanita lain agama, asalkan bukan wanita penyembah berhala kecuali bertobat dan bersedia memeluk agama Islam.

d.  Tidak adanya larangan untuk menikah;

Secara singkat larangan perkawinan meliputi :

  1. Larangan karena mahrom
  2. Larangan karena Ikatan Perkawinan
  3. Larangan karena talak tiga
  4. Larangan karena ikhrom;
  5. Larangan karena perzinaan

D. Perkawinan Usia Dini di Pengadilan Agama Brebes

Sebagaimana penulis sebutkan diatas yakni pada pasal 7 Undang-undang No. 1 tahun 1974 dijelaskan bahwa : Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita.

Pada pasal 49 Undang-undang Nomor 3 tahun 2006, Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang (salah satunya) perkawinan. Yang termasuk didalam masalah perkawinan salah satunya adalah Dispensasi Kawin.

Calon suami isteri yang belum mencapai usia 19 tahun yang ingin melangsungkan perkawinan, orang tua yang bersangkutan harus mengajukan permohonan dispensasi kawin kepada Pengadilan Agama

(1) Permohonan dispensasi kawin diajukan oleh orang tua calon mempelai tersebut kepada Pengadilan Agama dalam wilayah hukum dimana calon mempelai dan/atau orang tua calon mempelai tersebut bertempat tinggal.

(2) Permohonan dispensasi kawin yang diajukan oleh calon mempelai pria dan/atau calon mempelai wanita dapat dilakukan secara bersama-sama kepada Pengadilan Agama dalam wilayah hukum dimana calon mempelai pria dan wanita tersebut bertempat tinggal.

(3) Pengadilan Agama dapat memberikan dispensasi kawin setelah mendengar keterangan dari orang tua, keluarga dekat atau walinya.

(4) Permohonan dispensasi kawin bersifat voluntair produknya berbentuk penetapan. Jika Pemohon tidak puas dengan penetapan tersebut, maka Pemohon dapat mengajukan upaya kasasi.

Pengadilan Agama Brebes termasuk salah satu Pengadilan yang tingkat pengajuan perkara dispensasi kawin cukup tinggi apalagi setelah adanya amandemen pasal yang terdapat dalam Undang-undang perkawinan khususnya usia nikah bagi calon mempelai perempuan yakni 19 tahun, dari data SIPP perkara yang masuk sampai akhir bulan Oktober 2020 telah mencapai 511 perkara dispensasi nikah;

Namun perlu diingat bahwa biasanya permohonan dispensasi kawin dalam satu perkara diajukan bersama-sama oleh dua orang calon suami dan calon isteri sekaligus karena keduanya sama-sama belum dewasa. Dengan demikian jumlah anak yang melakukan perkawinan dalam usia dini lebih besar dari jumlah perkara dispensasi kawin yang diterima oleh Pengadilan Agama.

Dari jumlah tersebut khususnya untuk Kabupaten Brebes maka dapat diklasifikasikan faktor yang mendorong terjadinya perkawinan dalam usia dini adalah sebagai berikut :

1    Ekonomi

Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.

2     Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat baik umum maupun agama, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur.

3     Faktor orang tua

Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan anaknya.

4    Media massa

Gencarnya ekspose seks di media sosial menyebabkan remaja modern kian  Permisif terhadap seks.

5     Faktor adat dan budaya

Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan, dan yang cukup miris adalah ada satu anggapan kalau anaknya telah dilamar maka orang tuanya sudah tidak melarang lagi anaknya tidur bersama calon pasangannya yang mengakibatkan munculnya faktor ke 6.

  1. Perkawinan karena kecelakaan

Untuk yang terakhir ini adalah yang paling banyak ditangani oleh Pengadilan Agama Brebes. Perkawinan karena kecelakaan lebih karena keterpaksaan, bukan kesadaran dan kesiapan serta orientasi nikah yang kuat. Adapun urgensi pernikahan terhadap upaya menanggulangi kenakalan remaja barangkali tidak bisa dibantah. Apalagi jika anak tersebut telah hamil maka untuk menanggulangi dosa yang berkepanjangan maka solusinya adalah nikah, walaupun usianya masih belum cukup umur (usia dini).

Pengadilan Agama dan rekan-rekan hakim dalam memeriksa perkara dispensasi kawin selalu dihadapkan pada dilema apakah mengabulkan atau tidak mengabulkan permohonan pemohon tersebut dapat merupakan bentuk penyelamatan ataukah sebaliknya merupakan penjerumusan bagi para pihak mengingat usia mereka yang masih sangat belia dan berusia kanak-kanak sungguh sangat mengkhawatirkan untuk kelangsungan perkawinan mereka, sementara keduanya sudah melakukan hubungan layaknya suami isteri;

Walaupun demikian tidak semuanya permohonan dispensasi kawin di kabulkan oleh Pengadilan, Pengadilan tetap mempertimbangkan berbagai aspek yang ada disamping umur kedua mempelai, sejauh mana tingkat maslahat dan madlaratnya apabila mereka diijinkan atau ditolak untuk melangsungkan perkawinan.

E. Saran-saran

Untuk dapat menekan terjadinya perkawinan dini yang ada di Kabupaten Brebes maka ada beberapa saran yang mungkin dapat dipertimbangkan:

  1. Perlu dilakukan penyuluhan hukum secara terpadu kepada masyarakat sampai ke tingkat desa dan kelurahan khususnya mengenai batas usia perkawinan;
  2. Peran serta para ulama dan tokoh masyarakat perlu ditingkatkan, khususnya di dalam pemahaman agama.
  3. Peran serta orang tua agar anak menjauhi pergaulan negative, apalagi anak di bawah umur.
  4. Orang tua lebih memperketat penggunaan HP khususnya bagi anak-anak;
  5. Meningkatkan intervensi perlindungan anak perempuan usia 15 -17 tahun dengan fokus utama penyelesaian sekolah menengah.

*Hakim pada Pengadilan Agama Brebes

Hubungi Kami

 Home Pengadilan Agama Brebes Kelas I. A

       Jl. Jenderal Ahmad Yani No.93 Brebes - Jawa Tengah

 phone icon Telp  (0283) 671442

 Fax icon Fax. (0283) 671442

 Mailbox Email :

Go into  pengadilan.agama.brebes@gmail.com

Go into  kepaniteraan.pabrebes@gmail.com

Go into  ecourt.pa.brebes@gmail.com

Lokasi Kami

© 2019 Pengadilan Agama Brebes Kelas 1.A Designed by Joomla
Jl. A. Yani No.93 Brebes - 52212 Jawa Tengah
Telp (0283) 671442 Fax. (0283) 671442